Desa Tempuran, Lampung Tengah, merupakan gambaran nyata dari potensi besar pertanian Indonesia yang belum tergarap maksimal. Meski luas panen padi meningkat dari tahun ke tahun, para petani di desa ini justru mengalami penurunan pendapatan. Masalah utamanya? Mereka masih menjual hasil panen dalam bentuk gabah basah—bukan beras—karena keterbatasan teknologi dan lahan pengolahan.

Menjawab tantangan tersebut, salah satu tim Innovillage TUJ 2024 yakni Pixel Pioneers yang terdiri dari Muhammad Ridho Hibatullah, Geronimo Dwight Tumbel, Muhammad Iqbal Sya’bani dan dosen pembimbing mereka Hesmi Aria Yanti, S.Kom., M.Kom., menghadirkan sebuah terobosan: AGRITERA (Alat Gabungan PengeRIng dan Penggiling Padi TerintegRAsi), sebuah alat berbasis Internet of Things (IoT) yang dirancang khusus untuk membantu petani mengolah padi mereka secara mandiri, efisien, dan modern.

AGRITERA sendiri merupakan gabungan mesin pengering dan penggiling padi dalam satu alat yang dikontrol secara otomatis dengan teknologi IoT. Inovasi ini memungkinkan petani di daerah yang minim akan fasilitas untuk:
- Mengeringkan gabah tanpa perlu lahan jemur yang luas,
- Menggiling gabah menjadi beras langsung di desa,
- Meningkatkan nilai jual panen karena bisa menjual beras, bukan gabah.
Teknologi ini dikembangkan secara bertahap, dimulai dari survei kebutuhan petani di lapangan, desain teknis, pembuatan alat, hingga uji coba dan edukasi penggunaan.
Menurut data BPS Lampung tahun 2023, luas panen padi meningkat hingga 530.000 hektar. Namun, sebagian besar hasilnya tidak maksimal karena lemahnya infrastruktur pasca-panen. Harga gabah bisa jatuh di bawah Rp5.000/kg jika tidak segera diproses.

Melalui AGRITERA, Tim Pixel Pioneers tidak hanya menyodorkan solusi teknis, tapi juga membangun ekosistem digital bagi petani. Setelah beras diproduksi, hasilnya dipasarkan lewat platform PaDi UMKM, milik PT. Telkom Indonesia, yang dirancang untuk membantu pelaku usaha kecil menjual produknya secara daring.
Tak hanya alat, tim Pixel Pioneers juga memberikan edukasi kepada petani seputar pemanfaatan teknologi digital, manajemen hasil panen, serta pelatihan menjual produk di e-commerce. Hal ini mendorong petani untuk naik kelas sebagai pelaku UMKM mandiri yang mampu mengelola hasil panen secara profesional.
“Kami tidak hanya ingin memberikan alat, tetapi juga membawa harapan baru bahwa petani bisa menjadi pelaku usaha digital dengan pendapatan yang layak dan stabil” ujar salah satu anggota tim Pixel Pioneers.

Secara langsung dengan adanya AGRITERA ini, petani diuntungkan dengan berkurangnya biaya penggilingan, tidak lagi dibutuhkannya lahan untuk menjemur gabah basah, serta pendapatan yang meningkat lewat penjualan beras. Dengan adanya mesin AGRITERA ini juga masyarakat desa mulai melek teknologi, memahami cara kerja IoT, dan punya akses pasar yang lebih luas.
Proyek ini tak lepas dari peran Telkom University Jakarta sebagai inkubator inovasi sosial. Dengan pendekatan multidisiplin dan dukungan penuh terhadap program Innovillage 2024, kampus ini aktif membina mahasiswa untuk menghasilkan solusi nyata dari masalah sosial.
Jika kalian mencari kampus yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga berdampak sosial nyata, Telkom University Jakarta bisa menjadi pilihan terbaik. Kampus kami tak hanya membekali mahasiswa dengan teori, tapi juga memfasilitasi mereka turun langsung mengubah kehidupan masyarakat lewat teknologi.

Tim Pixel Pioneers telah membuktikan bahwa teknologi dapat menjangkau desa, meningkatkan kesejahteraan petani, dan mengangkat potensi lokal ke tingkat nasional. Melalui AGRITERA, desa Tempuran kini bukan hanya penghasil gabah, tapi produsen beras mandiri yang siap bersaing di era digital.
Dengan kombinasi inovasi, edukasi, dan kolaborasi, pertanian Indonesia bisa lebih kuat, mandiri, dan berkelanjutan.
Penulis : Siti Zakiyah | Editor : Husna Rahmi
Baca Juga : Bukan Sekadar Scroll: Bijak Bermedia Sosial di Era Digital