Hari Buruh, yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, dunia memperingati Hari Buruh Internasional atau dikenal juga sebagai May Day. Di banyak negara, termasuk Indonesia, tanggal ini dijadikan hari libur nasional. Tetapi bukan hanya sekadar hari libur, Hari Buruh memiliki sejarah panjang dan makna dalam perjuangan hak-hak para pekerja.
Asal-usul Hari Buruh

Peringatan Hari Buruh pertama kali muncul pada akhir abad ke-19, ketika pekerja di Amerika Serikat menggelar aksi besar-besaran untuk memperjuangkan kondisi kerja yang lebih baik. Pada tahun 1886, lebih dari 300.000 pekerja di Chicago melakukan protes menuntut pengurangan jam kerja menjadi delapan jam sehari. Sayangnya, peristiwa tersebut berujung dengan tragedi yang dikenal bernama Haymarket Affair, di mana terjadi ledakan bom yang menewaskan beberapa polisi dan demonstran. Meski demikian, semangat perjuangan para pekerja tidak lantas padam begitu saja. Namun, perjuangan mereka tidak sia-sia. Beberapa tahun kemudian, sistem kerja 8 jam mulai diakui dan diterapkan di banyak tempat.
Untuk mengenang perjuangan tersebut, pada tahun 1889, Kongres Sosialis Internasional menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional dan sejak saat itu, 1 Mei menjadi simbol solidaritas antar buruh di seluruh dunia.
Hari Buruh di Indonesia
Di Indonesia, Hari Buruh mulai diperingati sejak zaman kolonial Belanda. Namun, pada masa Orde Baru, peringatan ini sempat dilarang karena dianggap bisa memicu kerusuhan. Barulah pada tahun 2013, pemerintahan Indonesia menetapkan kembali 1 Mei sebagai hari libur nasional, sebagai bentuk penghargaan terhadap kontribusi para pekerja dalam pembangunan negara.
Setiap tahunnya, ribuan buruh di berbagai kota di Indonesia turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi mereka. Tuntutan yang sering muncul antara lain perihal upah yang layak, jaminan sosial, sistem kerja kontrak, hingga perlindungan tenaga kerja.
Tantangannya di Era Digital
Dalam era digital saat ini, tantangan bagi pekerja semakin kompleks. Adanya transformasi digital dan otomatisasi telah mengubah lanskap dunia kerja. Banyak pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh manusia kini digantikan oleh mesin dan teknologi. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana dengan nasib pekerja yang terdampak oleh otomatisasi ini? Apakah mereka siap untuk beradaptasi dengan perubahan ini, atau justru menjadi korban dari revolusi industri 4.0?

Di sisi lain, revolusi digital juga memberikan peluang baru bagi pekerja, terutama di bidang ekonomi kreatif dan pekerjaan berbasis teknologi informasi. Pekerjaan jarak jauh (remote working) yang semakin populer, serta munculnya platform digital untuk freelancer, membuka akses lebih luas bagi pekerja untuk mencari peluang kerja, meskipun tanpa jaminan pekerjaan tetap. Namun, hal ini juga memunculkan tantangan baru terkait dengan kestabilan pekerjaan dan kesejahteraan pekerja di sektor tersebut.

Hari Buruh menjadi momentum untuk mengingat kembali betapa pentingnya memperjuangkan hak-hak pekerja. Di tengah dinamika dunia kerja yang terus berkembang, kita perlu mengedepankan perlindungan hak-hak pekerja dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih manusiawi. Bagi mahasiswa, Hari Buruh ini juga bukan sekedar tanggal merah. Ini menjadi momen yang tepat buat TelUtizen untuk mulai belajar, peduli, dan bersiap. Karena pada akhirnya, mahasiswa hari ini adalah pekerja di esok hari. Semakin kita sadar akan isu-isu ketenagakerjaan sejak dini, semakin kita siap menyongsong dunia kerja yang adil dan manusiawi.
Penulis : Siti Zakiyah | Editor : Husna Rahmi
Baca Juga : Sejarah dan Fakta-fakta Menarik di Hari Buku Sedunia 2025