Apa Itu Tarwiyah dan Arafah? Makna, Sejarah, dan Hikmah yang Perlu Diketahui Generasi Muda

Tarwiyah Arafah

Di tengah perayaan Hari Raya Idul Adha, mungkin banyak dari kita—khususnya generasi muda—yang hanya mengenal tanggal 10 Dzulhijjah sebagai hari penyembelihan hewan kurban. Padahal, dua hari sebelum Idul Adha, terdapat momen penting dalam kalender Islam yang bernilai spiritual sangat tinggi, yakni Hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah) dan Hari Arafah (9 Dzulhijjah). Dua hari ini memiliki makna mendalam, khususnya bagi mereka yang menunaikan ibadah haji di Tanah Suci, namun juga sangat relevan bagi umat Islam di seluruh dunia.

1. Hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah)

Mina

Kata Tarwiyah berasal dari bahasa Arab “rawwa-yurawwi” yang berarti “merenung” atau “berpikir dalam-dalam”. Hari ini dikenal sebagai hari ketika Nabi Ibrahim AS mendapatkan mimpi dari Allah SWT untuk menyembelih putranya, Ismail AS. Karena tidak langsung mengambil keputusan, Nabi Ibrahim merenung sepanjang malam dan siangnya—berusaha memahami makna mimpi tersebut. Maka hari ini dinamakan Tarwiyah, sebagai simbol kontemplasi dan pencarian makna ilahi.

Dalam konteks ibadah haji, Hari Tarwiyah adalah saat jamaah haji mulai bergerak dari Makkah menuju Mina, melaksanakan salat dan bermalam di sana sebelum menuju Arafah keesokan harinya. Tradisi ini masih dilakukan hingga kini sebagai bagian dari rangkaian ibadah haji yang disebut manasik haji.

Bagi umat Muslim yang tidak menunaikan haji, Hari Tarwiyah juga bisa diisi dengan puasa sunnah dan memperbanyak amal salih. Meskipun tidak sepopuler Hari Arafah, puasa di Hari Tarwiyah tetap dianjurkan karena mengikuti amalan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.

2. Hari Arafah (9 Dzulhijjah)

Padang Arafah

Hari Arafah adalah puncak ibadah haji. Pada hari ini, jutaan jamaah haji berkumpul di Padang Arafah untuk melakukan wukuf, yakni berdiri dan berdoa sejak tergelincir matahari hingga terbenam. Inilah momen paling sakral dalam ibadah haji, karena Rasulullah SAW bersabda: “Haji itu adalah Arafah” (HR. Tirmidzi dan Nasai), menegaskan pentingnya wukuf di Arafah sebagai inti dari seluruh ibadah haji.

Wukuf di Arafah juga diyakini sebagai saat paling mustajab untuk berdoa, karena pada hari ini Allah SWT turun ke langit dunia dan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya yang memohon ampunan.

Bagi umat Muslim yang tidak berhaji, puasa Arafah sangat dianjurkan. Rasulullah SAW bersabda: “Puasa pada hari Arafah, aku berharap kepada Allah agar menghapus dosa tahun sebelumnya dan tahun setelahnya.” (HR. Muslim). Artinya, dengan hanya satu hari puasa, seorang Muslim bisa mendapat ampunan dua tahun dosa—luar biasa, bukan?

Sering kali, generasi muda merasa bahwa ritual keagamaan seperti ini hanya penting bagi kalangan tua atau mereka yang “dekat” dengan dunia spiritual. Padahal, nilai-nilai dalam Hari Tarwiyah dan Arafah sangat sesuai dengan dinamika hidup anak muda saat ini. Hari Tarwiyah mengajarkan pentingnya berpikir kritis dan merenung sebelum mengambil keputusan besar. Hari Arafah menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki kesempatan untuk kembali bersih, selama ia mau memohon ampun dan memperbaiki diri.

Dua hari ini mengajarkan spiritualitas yang dinamis: berpikir, mengambil keputusan, dan akhirnya berserah diri dengan penuh kesadaran. Nilai-nilai seperti ini bisa menjadi fondasi karakter kuat di tengah tantangan dunia modern.

Sebagai mahasiswa atau pelajar yang ingin membangun bukan hanya kompetensi akademik, tapi juga karakter spiritual dan sosial, Telkom University Jakarta memberikan ruang untuk pertumbuhan yang seimbang. Kampus ini tidak hanya menekankan teknologi dan inovasi, tetapi juga menanamkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan mahasiswanya.

Penulis : Siti Zakiyah | Editor : Husna Rahmi

 

Baca Juga : Fenomena #KaburAjaDulu: Antara Mimpi Global & Realitas Lokal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *